Minggu, 31 Maret 2013

dieng

0 komentar
          Seperti biasa dan tidak pernah tertinggalan. Liburan tengan semester saya pulang kampung, tepatnya di kota Salatiga. Biasanya saya mengahibiskan liburan di kota malang, Jakarta atau di semarang. Tetapi kali ini saya mengahbiskan liburan di kota salatiga karena situasi dan kondisinya tidak mendukung apabila pergi keluar jawa tengah. 
Saya sangat senang dengan liburan kali ini karena saya meluangkan waktu saya dengan kedua orang tua saya. Biasanya saya liburan dengan kakak-kakak saya. Hari itu tanggal 27 desember dan tanggal itu tepat tanggal kelahiran saya, teman-teman dan kakak-kakak saya tidak lupa mengucapkan selamat kepada saya dan tidak lupa mereka meminta ..traktiran ( biasa anak – anak jaman sekarang ). Kebetulan saya dan keluarga besar saya pergi ke wonosobo karena ada acara keluarga, jadi saya tidak bisa makan-makan bareng teman-teman. Waktu di perjalanan ke wonosobo saya sangat menikmati pemandangan di sepanjanga perjalanan. Pemandangannya sangat indah dan pegunungannya terlihat sangat jelas. Selain itu, yang membuat kami tegang saat diperjalanan yaitu jalannya yang berkelok-kelok, membuat suasananya tambah rame dengan teriakan-teriakan kami. 
Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 dan kamipun telah sampai ditempat tujuan. Setelah lama kemudian kami berpamitan pulang dan tidak lupa kami mampir di tempat wisata yanga ada di wonosobo yaitu tempat wisata dieng. Jujur , saya baru pertama kali mengunjungi tempat wisata itu karena baru pertama kali juga ke wonosobo. Disana saya jalan-jalan melihat-lihat telaga warna dan saya ke hutan pinus dan berfoto-foto (hitung-hitung buat kenang-kenangan di dieng), tetapi sayang, kami tidak menemukan air panas yang katanya menjadi ciri khasnya. Sudah lama saya berada di tempat itu dan waktupun sudah hampir menujukkan pukul 17.30 dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju kota salatiga. Di sepanjang perjalanan kami melihat-lihat tanaman teh dan salah satu diantara kami, ada yang tertarik dengan tanaman tersebut dan ia pun turun dari mobil untuk memetik bunganya. Setelah itu, kami melanjutkan
perjalanan dan belum jauh dari jarak tempat ia memetik bunga tadi, tiba-tiba saat jalan mau ketanjakan, mobilnya berhenti mendadak padahal awalnya lancar-lancar saja. Kamipun teriak ketakutan Karena mobilnya jalan kebelakang dan susah direm. Sangat menegangkan sekali karena kanan dan kiri jalan jurang semua. Mitos atau bagaimana saya kurang tahu, dan saat ibu saya meminta untuk membuangnya, tiba-tiba mobilnya kembali normal dan kamipun mengucap Alhamdulillah karena sudah lancar kembali. Karena sudah malam, disekeliling jalan itu gelap dan tiba-tiba hujan turun. Sudah jalannya berkelok-kelok, gelap, hujan, membuat saya tidak tenang. Di tengah-tengah perjalanan kami sempat tidak tahu arah pulang. Untung saja kurang lebih 3 km ada rumah-rumah penduduk yang dekat dengan pinggir jalan dan kamipun bertanya arah menuju kota salatiga. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan, kamipun menemukan jalan raya dan saya lega. Semuanyapun mungkin merasakan seperti saya. Perjalanan masih cukup jauh dan kondisinya sudah tidak seperti sebelumnya dan karena sudah larut malam kamipun tidur, tetapi saya belum bisa tidur karena saya masih membayangkan kejadian yang tadi. Semenjak kejadian itu, saya sering teringat dan kebayang-bayang, saya merasa takut dan punya niat tidak akan pergi kesana lagi. .Waktu menunjukkan hampir pukul 01.00 dan sampailah kami dirumah. Kebetulan rumah saya dekat dengan kuburan. Saat saya mengetuk pintu rumah dan saya mengalihkan kepala saya kearah sana tiba-tiba perasaan saya tidak karuan, lalu saya langsung menundukkan kepala dan tidak berani menoleh ke arah kuburan. Lalu saya masuk rumah dan saya ganti pakaian

tidur, dan saya pun tidak bisa tidur malah kebayang-bayang kejadian di dieng di tambah saat saya mengetuk rumah. Saking ketakutannya badan saya keringatan semua. Haduuh baru kali ini saya mengalamu kejadian itu.

Kamis, 07 Maret 2013

cerpen

0 komentar

 
Benci jadi cinta
Gadis berkulit putih,mata bulat seperti bola pingpong dan rambutnya yang merah panjang seperti rambut jagung itu, bernama Nina. Di sekolahnya ia terkenal kepandaiannya bermain alat musik. Ia masih duduk di bangku kelas 3, SMP NEGERI BIMA SAKTI.
Terdengan oleh nina  suara gemuruh petir bersamaan dengan suara adzan di telinga nina, diiringi rasa takut nina menutup jendela kamarnya,tiba-tiba “clab” semuanya gelap tak satupun benda yang dapat dilihat olehnya. Karena ketakutan, nina berteriak memanggil ibunya, tangannya meraba-raba segalanya, dengan tidak sengaja “pyaang” gelas di atas meja belajar nina di sampar olehnya, tanpa basa-basi ibu dan ayah menuju ke kamar nina untuk mengkondisikan.
 “sudah nak jangan takut, ibu di sini” ucap ibu kepadanya. Ayah dan ibu di samping kanan-kiri memeluk nina. Tak lama setelah nina mendapat pelukan hangat, lampu pun nyala, ayah mengajak keduannya untuk sholat maghrib. Setelah sholat dilaksanakan, ibu membantu Nina membersihkan pecahan-pecahan kaca di kamarnya. Lalu, nina langsung mempersiapkan buku dan alat tulis yang akan dibawa kesekolah besok. Tidak lupa nina menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang sudah menjadi kewajibannya. Ibu keluar dari kamar mempersiapkan makan malam, setelah semua dipersiapkan, “nina ninaa, makan malamnya sudah ibu siapkan nak” panggilnya ibu kepada nina. “iya bu, sebentar lagi nina selesai” jawabnya kepada ibu.
Ayah,ibu dan nina makan malam bersama, selesai makan, nina tidak lupa cuci kaki,cuci muka sebelum tidur dan kedua orang tua nina juga tidak lupa mengucapkan selamat tidur dan mencium kening nina.
Ayam berkokok menghentikan tidur malam nina, mata ngantuknya menuju jam beker di sebelah kiri nina berbaring. Jarum jam menunjukkan pukul 05.15 seperti biasa, nina memulai kegiatannya diawali sholat subuh, setelah sholat nina mengecek tas ranselnya, memastikan barang bawaannya. Kebetulan hari ini pelajaran musik, tidak lupa Nina membawa biola pemberian nenek yang sering di mainkannya. Sebelum berangkat kesekolah nina membiasakan diri untuk sarapan terlebih dahulu. Setelah semuanya siap, ayah mengantarkan kesekolah dengan mobil kodok hijau yang biasa mengantar jemput Nina.
Sesampai didepan gerbang sekolah,segerombol teman nina menghampirinya. Mereka saling memamerkan alat musiknya. Sambil berjalan menuju kelas, mereka mengeluarkan alat-alat musik mereka dari tas ranselnya.
“teet teet teeet” bel tanda masuk kelas berbunyi, mereka masuk kelas dengan tertib.Bu Reti guru musik kelas 3 masuk kelas dengan mengucap salam, dan anak-anak menjawab salam dengan suara lantang. Mereka sudah mempersiapkan alat musik mereka di atas meja dan sudah tidak sabar akan dimulainya bermain alat musik. Bu reti meminta anak-anak membuat kelompok dan akan memainkannya bersama-sama. Nina menghampiri Ita di tempat duduk Ita. Dari belakang, Bobi dan Reno berkejaran dan tidak sengaja, Bobi teman satu kelas yang sangat di benci oleh Nina karena kejailannya menabrak Nina “aaaa” teriaknya Nina. Biola   jatuh kebawah dan pecah membelah menjadi dua. Menangisi biolanya yang rusak sambil jongkok mengambilnya. Teman-teman berteriak menyoraki Bobi, Ita berusaha menenangkan Nina tapi masih saja menangis. Berjalan ke arah Nina sambil menenteng gitar “ sudah sudah jangan menangis ! dan kamu Bobi minta maaflah kepada Nina, semuanya tenang, tidak usah saling menyalahkan. Akhirnya Bobi meminta maaf pada Nina. Saat Bobi memegang tangan Nina, teman-teman malah menertawakan dan menyorakin keduanya seolah-olah mengejek.Oke teman-teman sekarang kita mulai pelajarannya” sambung Bu Reti. Anak-anak bergegas ke bangku mereka masing-masing. Nina tampaknya masih memikirkan biola kesayangannya. Sejak kejadian itu, ia selalu menunjukkan muka kecewanya ke semua orang dan dia tidak pernah mau tersenyum bahkan tertawa. Guru musik pun mencoba membuat lelucon tetapi tetap saja tidak bisa membuat Nina tertawa seperti biasanya, malah teman-temannya yang tertawa berbahak-bahak, sedangkan Nina hanya melihat dan menundukkan kepala sambil menggaruk-garukkan kepala dengan tangan kanannya. Tidak terasa pelajaran musik pun selesai, pukul 13.25 telah berlalu, bel pulang pun berbunyi. Semuanya berkemas-kemas meninggalkan kelas. Tetapi Nina masih saja berdiam diri di bangku tempat ia duduk. Semuanya telah meninggalkan kelas, karena Bobi sangat merasa bersalah kepada Nina, akhirnya Bobi menghampiri Nina dan memohon-mohon kepada Nina agar Nina berhenti menangis dan Bobi berjanji akan mengganti biolanya. “tidak perlu Bob,biola pemberian Nenek sama pemberian mu itu sangatlah beda, dan kamu tidak perlu menggantinya, aku tidak kenapa-kenapa dan aku sudah mengikhlaskannya”  ucap Nina kepada Bobi. Air mata Nina pun masih tetap membasahi pipi Nina, Bobi tidak tega melihat Nina karena ia yang selama ini menjaili dan sekarang membuatnya menangis. Dengan perasaan yang tulus Bobi mengusap air mata yang mengalir di pipi Nina. Dan Bobi mengajaknya pulang bersama, dengan suara yang lirih, Nina menolak ajakan Bobi. Bukan karena tidak mau pulang bersama tetapi mobil kodok hijaunya sudah menjemput di depan sekolah. Sesampai di dalam mobil, “kenapa kamu nin,kok mukannya cemberut begitu? Ada masalah apa di sekolah?” tanya ayah kepada Nina. “eemmm iini yah, biola Nina rusak, tadi waktu pelajaran musik tidak sengaja aku di tabrak sama temanku dan biolanya jatuh”. Jawab Nina lirih ketakutan. “ooh jadi itu masalahnya, ya sudah tidak usah di sesali, anggap saja itu kecelakaan kecil dan besok ayah akan membelikannya yang baru”.
Sesampai dirumah, Nina pun menghadapi pertanyaan yang sama seperti yang ayah tanyakan kepada Nina dan ia  menceritakan kejadian itu kepada Ibu. Lalu Nina masuk ke kamar dan tidak henti-hentinya menangisi biola kesayangannya. Nina membaringkan badannya sejenak, telepon genggam di sebelah kiri ia berbaringpun berbunyi, nina mengabaikannya , berkali-kali teleponnya terus berbunyi, dengan malas-malasan ia mengangkatnya dan ternyata Bobi yang menelepon. Bobi tetap saja belum bisa melupakan kejadian itu, ia akan menebus kesalahannya dengan mengajak Nina dinner  di cafe bintang tempat paling special di daerah mereka tinggal. Nina masih memikirkan ajakan Bobi, dan Nina tidak menolak ajakan Bobi yang kedua kalinya walaupun ia masih sebel dan benci dengan kelakuan Bobi. Haripun mulai gelap, Bobi menghampiri Nina dan meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk mengajak Nina keluar. Keduanya pun di izinkan pergi asalkan jam 8 sudah sampai di rumah. Sesampai di cafe, keduanya disambut dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip seakan menyapanya. Dari arah meja utara, pria tinggi berpakaian seragam itu menghampiri keduanya dan menyodorkan daftar menu yang tersedia. Lalu keduanya memilih makanan favorit mereka masing-masing dan saat itu juga mereka mengucapkannya bersamaan kepada pelayan dan ternyata makanan favorit merekapun sama. Sambil menahan tawanya, pelayan itu lagi-lagi menawarkan makanan dan  minumannya. Minuman khas bali sekaligus minuman favorit merekapun dipesan oleh keduanya. “koktailnya satu ya” ucap mereka bersamaan pula. Lalu mereka saling bertatap mata dan akhirnya Nina tertawa juga. Suasana pun membuat rasa benci Nina terhadap Bobi hilang. Sudah setengah jam mereka berbincang-bincang, gara-gara kejadian tadi siang, tiba-tiba Bobi mempunyai perasaan lebih sekedar dari teman biasa. Dan malam itu juga saat mereka berjalan pulang, Bobi mengungkapkan perasaannya dan beribu-ribu maaf di ucapkannya karena selama ini dia selalu menjahilinya. Nina tidak tahu akan berkata apa, ia hanya menjawab dengan senyuman.
Haripun berganti, tidak biasanya Bobi duduk di bangku baris kedua sebelah Nina duduk. Saat bu Leni (guru ipa kelas 3) menerangkan sejarah perkembangan model atom, ia tidak mendengarkan melainkan hanya melamun menatap ke arah Nina. “Bobi..Bobi..” panggilnya bu Leni. Bobi tidak sadar kalau bu Leni berkali-kali memanggilnya, lalu berjalan ke arah Bobi dan menggebrak mejanya. Karena sangat kaget, Bobi melantur “Nina cantik..nina cantik”. Semua temannya menertawakan tingkahlaku Bobi. Rasa malu menyelimuti diri Bobi. Lalu Bu Leni menyuruh Bobi menerangkan apa yang telah di terangkan. Ia hanya bisa berdiri dan memutar balikkan kepalanya. Peringatan pertama dilontarkan kepada Bobi, bel istirahat pun berbunyi. Bobi bergegas menghampiri Nina dan menarik lengan tangan Nina ke luar kelas. Mereka dan teman-teman Nina duduk-duduk di depan kelas. Sudah tidak sabar Bobi mendengarkan jawaban dari Nina. Tanpa memikir panjang lebar, Nina menerima ungkapan perasaan Bobi tadi malam. Teman-teman heboh mendengar kata-kata yang di ucamkan dari mulut Nina dan mereka saling mendorong keduanya. Sejak kejadian kemarin pun, Nina dan Bobi sekarang saling suka dan menyayangi.


Minggu, 31 Maret 2013

dieng

          Seperti biasa dan tidak pernah tertinggalan. Liburan tengan semester saya pulang kampung, tepatnya di kota Salatiga. Biasanya saya mengahibiskan liburan di kota malang, Jakarta atau di semarang. Tetapi kali ini saya mengahbiskan liburan di kota salatiga karena situasi dan kondisinya tidak mendukung apabila pergi keluar jawa tengah. 
Saya sangat senang dengan liburan kali ini karena saya meluangkan waktu saya dengan kedua orang tua saya. Biasanya saya liburan dengan kakak-kakak saya. Hari itu tanggal 27 desember dan tanggal itu tepat tanggal kelahiran saya, teman-teman dan kakak-kakak saya tidak lupa mengucapkan selamat kepada saya dan tidak lupa mereka meminta ..traktiran ( biasa anak – anak jaman sekarang ). Kebetulan saya dan keluarga besar saya pergi ke wonosobo karena ada acara keluarga, jadi saya tidak bisa makan-makan bareng teman-teman. Waktu di perjalanan ke wonosobo saya sangat menikmati pemandangan di sepanjanga perjalanan. Pemandangannya sangat indah dan pegunungannya terlihat sangat jelas. Selain itu, yang membuat kami tegang saat diperjalanan yaitu jalannya yang berkelok-kelok, membuat suasananya tambah rame dengan teriakan-teriakan kami. 
Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 dan kamipun telah sampai ditempat tujuan. Setelah lama kemudian kami berpamitan pulang dan tidak lupa kami mampir di tempat wisata yanga ada di wonosobo yaitu tempat wisata dieng. Jujur , saya baru pertama kali mengunjungi tempat wisata itu karena baru pertama kali juga ke wonosobo. Disana saya jalan-jalan melihat-lihat telaga warna dan saya ke hutan pinus dan berfoto-foto (hitung-hitung buat kenang-kenangan di dieng), tetapi sayang, kami tidak menemukan air panas yang katanya menjadi ciri khasnya. Sudah lama saya berada di tempat itu dan waktupun sudah hampir menujukkan pukul 17.30 dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju kota salatiga. Di sepanjang perjalanan kami melihat-lihat tanaman teh dan salah satu diantara kami, ada yang tertarik dengan tanaman tersebut dan ia pun turun dari mobil untuk memetik bunganya. Setelah itu, kami melanjutkan
perjalanan dan belum jauh dari jarak tempat ia memetik bunga tadi, tiba-tiba saat jalan mau ketanjakan, mobilnya berhenti mendadak padahal awalnya lancar-lancar saja. Kamipun teriak ketakutan Karena mobilnya jalan kebelakang dan susah direm. Sangat menegangkan sekali karena kanan dan kiri jalan jurang semua. Mitos atau bagaimana saya kurang tahu, dan saat ibu saya meminta untuk membuangnya, tiba-tiba mobilnya kembali normal dan kamipun mengucap Alhamdulillah karena sudah lancar kembali. Karena sudah malam, disekeliling jalan itu gelap dan tiba-tiba hujan turun. Sudah jalannya berkelok-kelok, gelap, hujan, membuat saya tidak tenang. Di tengah-tengah perjalanan kami sempat tidak tahu arah pulang. Untung saja kurang lebih 3 km ada rumah-rumah penduduk yang dekat dengan pinggir jalan dan kamipun bertanya arah menuju kota salatiga. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan, kamipun menemukan jalan raya dan saya lega. Semuanyapun mungkin merasakan seperti saya. Perjalanan masih cukup jauh dan kondisinya sudah tidak seperti sebelumnya dan karena sudah larut malam kamipun tidur, tetapi saya belum bisa tidur karena saya masih membayangkan kejadian yang tadi. Semenjak kejadian itu, saya sering teringat dan kebayang-bayang, saya merasa takut dan punya niat tidak akan pergi kesana lagi. .Waktu menunjukkan hampir pukul 01.00 dan sampailah kami dirumah. Kebetulan rumah saya dekat dengan kuburan. Saat saya mengetuk pintu rumah dan saya mengalihkan kepala saya kearah sana tiba-tiba perasaan saya tidak karuan, lalu saya langsung menundukkan kepala dan tidak berani menoleh ke arah kuburan. Lalu saya masuk rumah dan saya ganti pakaian

tidur, dan saya pun tidak bisa tidur malah kebayang-bayang kejadian di dieng di tambah saat saya mengetuk rumah. Saking ketakutannya badan saya keringatan semua. Haduuh baru kali ini saya mengalamu kejadian itu.

Kamis, 07 Maret 2013

cerpen


 
Benci jadi cinta
Gadis berkulit putih,mata bulat seperti bola pingpong dan rambutnya yang merah panjang seperti rambut jagung itu, bernama Nina. Di sekolahnya ia terkenal kepandaiannya bermain alat musik. Ia masih duduk di bangku kelas 3, SMP NEGERI BIMA SAKTI.
Terdengan oleh nina  suara gemuruh petir bersamaan dengan suara adzan di telinga nina, diiringi rasa takut nina menutup jendela kamarnya,tiba-tiba “clab” semuanya gelap tak satupun benda yang dapat dilihat olehnya. Karena ketakutan, nina berteriak memanggil ibunya, tangannya meraba-raba segalanya, dengan tidak sengaja “pyaang” gelas di atas meja belajar nina di sampar olehnya, tanpa basa-basi ibu dan ayah menuju ke kamar nina untuk mengkondisikan.
 “sudah nak jangan takut, ibu di sini” ucap ibu kepadanya. Ayah dan ibu di samping kanan-kiri memeluk nina. Tak lama setelah nina mendapat pelukan hangat, lampu pun nyala, ayah mengajak keduannya untuk sholat maghrib. Setelah sholat dilaksanakan, ibu membantu Nina membersihkan pecahan-pecahan kaca di kamarnya. Lalu, nina langsung mempersiapkan buku dan alat tulis yang akan dibawa kesekolah besok. Tidak lupa nina menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang sudah menjadi kewajibannya. Ibu keluar dari kamar mempersiapkan makan malam, setelah semua dipersiapkan, “nina ninaa, makan malamnya sudah ibu siapkan nak” panggilnya ibu kepada nina. “iya bu, sebentar lagi nina selesai” jawabnya kepada ibu.
Ayah,ibu dan nina makan malam bersama, selesai makan, nina tidak lupa cuci kaki,cuci muka sebelum tidur dan kedua orang tua nina juga tidak lupa mengucapkan selamat tidur dan mencium kening nina.
Ayam berkokok menghentikan tidur malam nina, mata ngantuknya menuju jam beker di sebelah kiri nina berbaring. Jarum jam menunjukkan pukul 05.15 seperti biasa, nina memulai kegiatannya diawali sholat subuh, setelah sholat nina mengecek tas ranselnya, memastikan barang bawaannya. Kebetulan hari ini pelajaran musik, tidak lupa Nina membawa biola pemberian nenek yang sering di mainkannya. Sebelum berangkat kesekolah nina membiasakan diri untuk sarapan terlebih dahulu. Setelah semuanya siap, ayah mengantarkan kesekolah dengan mobil kodok hijau yang biasa mengantar jemput Nina.
Sesampai didepan gerbang sekolah,segerombol teman nina menghampirinya. Mereka saling memamerkan alat musiknya. Sambil berjalan menuju kelas, mereka mengeluarkan alat-alat musik mereka dari tas ranselnya.
“teet teet teeet” bel tanda masuk kelas berbunyi, mereka masuk kelas dengan tertib.Bu Reti guru musik kelas 3 masuk kelas dengan mengucap salam, dan anak-anak menjawab salam dengan suara lantang. Mereka sudah mempersiapkan alat musik mereka di atas meja dan sudah tidak sabar akan dimulainya bermain alat musik. Bu reti meminta anak-anak membuat kelompok dan akan memainkannya bersama-sama. Nina menghampiri Ita di tempat duduk Ita. Dari belakang, Bobi dan Reno berkejaran dan tidak sengaja, Bobi teman satu kelas yang sangat di benci oleh Nina karena kejailannya menabrak Nina “aaaa” teriaknya Nina. Biola   jatuh kebawah dan pecah membelah menjadi dua. Menangisi biolanya yang rusak sambil jongkok mengambilnya. Teman-teman berteriak menyoraki Bobi, Ita berusaha menenangkan Nina tapi masih saja menangis. Berjalan ke arah Nina sambil menenteng gitar “ sudah sudah jangan menangis ! dan kamu Bobi minta maaflah kepada Nina, semuanya tenang, tidak usah saling menyalahkan. Akhirnya Bobi meminta maaf pada Nina. Saat Bobi memegang tangan Nina, teman-teman malah menertawakan dan menyorakin keduanya seolah-olah mengejek.Oke teman-teman sekarang kita mulai pelajarannya” sambung Bu Reti. Anak-anak bergegas ke bangku mereka masing-masing. Nina tampaknya masih memikirkan biola kesayangannya. Sejak kejadian itu, ia selalu menunjukkan muka kecewanya ke semua orang dan dia tidak pernah mau tersenyum bahkan tertawa. Guru musik pun mencoba membuat lelucon tetapi tetap saja tidak bisa membuat Nina tertawa seperti biasanya, malah teman-temannya yang tertawa berbahak-bahak, sedangkan Nina hanya melihat dan menundukkan kepala sambil menggaruk-garukkan kepala dengan tangan kanannya. Tidak terasa pelajaran musik pun selesai, pukul 13.25 telah berlalu, bel pulang pun berbunyi. Semuanya berkemas-kemas meninggalkan kelas. Tetapi Nina masih saja berdiam diri di bangku tempat ia duduk. Semuanya telah meninggalkan kelas, karena Bobi sangat merasa bersalah kepada Nina, akhirnya Bobi menghampiri Nina dan memohon-mohon kepada Nina agar Nina berhenti menangis dan Bobi berjanji akan mengganti biolanya. “tidak perlu Bob,biola pemberian Nenek sama pemberian mu itu sangatlah beda, dan kamu tidak perlu menggantinya, aku tidak kenapa-kenapa dan aku sudah mengikhlaskannya”  ucap Nina kepada Bobi. Air mata Nina pun masih tetap membasahi pipi Nina, Bobi tidak tega melihat Nina karena ia yang selama ini menjaili dan sekarang membuatnya menangis. Dengan perasaan yang tulus Bobi mengusap air mata yang mengalir di pipi Nina. Dan Bobi mengajaknya pulang bersama, dengan suara yang lirih, Nina menolak ajakan Bobi. Bukan karena tidak mau pulang bersama tetapi mobil kodok hijaunya sudah menjemput di depan sekolah. Sesampai di dalam mobil, “kenapa kamu nin,kok mukannya cemberut begitu? Ada masalah apa di sekolah?” tanya ayah kepada Nina. “eemmm iini yah, biola Nina rusak, tadi waktu pelajaran musik tidak sengaja aku di tabrak sama temanku dan biolanya jatuh”. Jawab Nina lirih ketakutan. “ooh jadi itu masalahnya, ya sudah tidak usah di sesali, anggap saja itu kecelakaan kecil dan besok ayah akan membelikannya yang baru”.
Sesampai dirumah, Nina pun menghadapi pertanyaan yang sama seperti yang ayah tanyakan kepada Nina dan ia  menceritakan kejadian itu kepada Ibu. Lalu Nina masuk ke kamar dan tidak henti-hentinya menangisi biola kesayangannya. Nina membaringkan badannya sejenak, telepon genggam di sebelah kiri ia berbaringpun berbunyi, nina mengabaikannya , berkali-kali teleponnya terus berbunyi, dengan malas-malasan ia mengangkatnya dan ternyata Bobi yang menelepon. Bobi tetap saja belum bisa melupakan kejadian itu, ia akan menebus kesalahannya dengan mengajak Nina dinner  di cafe bintang tempat paling special di daerah mereka tinggal. Nina masih memikirkan ajakan Bobi, dan Nina tidak menolak ajakan Bobi yang kedua kalinya walaupun ia masih sebel dan benci dengan kelakuan Bobi. Haripun mulai gelap, Bobi menghampiri Nina dan meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk mengajak Nina keluar. Keduanya pun di izinkan pergi asalkan jam 8 sudah sampai di rumah. Sesampai di cafe, keduanya disambut dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip seakan menyapanya. Dari arah meja utara, pria tinggi berpakaian seragam itu menghampiri keduanya dan menyodorkan daftar menu yang tersedia. Lalu keduanya memilih makanan favorit mereka masing-masing dan saat itu juga mereka mengucapkannya bersamaan kepada pelayan dan ternyata makanan favorit merekapun sama. Sambil menahan tawanya, pelayan itu lagi-lagi menawarkan makanan dan  minumannya. Minuman khas bali sekaligus minuman favorit merekapun dipesan oleh keduanya. “koktailnya satu ya” ucap mereka bersamaan pula. Lalu mereka saling bertatap mata dan akhirnya Nina tertawa juga. Suasana pun membuat rasa benci Nina terhadap Bobi hilang. Sudah setengah jam mereka berbincang-bincang, gara-gara kejadian tadi siang, tiba-tiba Bobi mempunyai perasaan lebih sekedar dari teman biasa. Dan malam itu juga saat mereka berjalan pulang, Bobi mengungkapkan perasaannya dan beribu-ribu maaf di ucapkannya karena selama ini dia selalu menjahilinya. Nina tidak tahu akan berkata apa, ia hanya menjawab dengan senyuman.
Haripun berganti, tidak biasanya Bobi duduk di bangku baris kedua sebelah Nina duduk. Saat bu Leni (guru ipa kelas 3) menerangkan sejarah perkembangan model atom, ia tidak mendengarkan melainkan hanya melamun menatap ke arah Nina. “Bobi..Bobi..” panggilnya bu Leni. Bobi tidak sadar kalau bu Leni berkali-kali memanggilnya, lalu berjalan ke arah Bobi dan menggebrak mejanya. Karena sangat kaget, Bobi melantur “Nina cantik..nina cantik”. Semua temannya menertawakan tingkahlaku Bobi. Rasa malu menyelimuti diri Bobi. Lalu Bu Leni menyuruh Bobi menerangkan apa yang telah di terangkan. Ia hanya bisa berdiri dan memutar balikkan kepalanya. Peringatan pertama dilontarkan kepada Bobi, bel istirahat pun berbunyi. Bobi bergegas menghampiri Nina dan menarik lengan tangan Nina ke luar kelas. Mereka dan teman-teman Nina duduk-duduk di depan kelas. Sudah tidak sabar Bobi mendengarkan jawaban dari Nina. Tanpa memikir panjang lebar, Nina menerima ungkapan perasaan Bobi tadi malam. Teman-teman heboh mendengar kata-kata yang di ucamkan dari mulut Nina dan mereka saling mendorong keduanya. Sejak kejadian kemarin pun, Nina dan Bobi sekarang saling suka dan menyayangi.


Followers

 

welcome to my blog Copyright 2008 Fashionholic Designed by Ipiet Templates Supported by Tadpole's Notez